Tidak ada yang gratis di dunia ini. Karena selalu ada harga yang
harus kita bayar manakala hendak mewujudkan setiap keinginan, sehingga
sudah sepantasnya sebuah kemenangan dibayar dengan perjuangan. Sudah
seharusnya keberhasilan ditebus dengan pengorbanan. Dan sudah semestinya
kesuksesan ditempuh dengan keteguhan.
Betapa tidak, selalu akan
ada rintangan berat manakala kita menjalaninya. Namun itu semua
sebenarnya mengukur sejauh mana kesungguhan kita dalam mewujudkan
keinginan tersebut. Mundur atau tetap maju adalah pilihan yang harus
kita tempuh demi menuju mimpi-mimpi itu.
Begitu pula dengan dakwah
ini. Allah telah memberikan pilihan kepada kita, apakah ikut menjadi
pelaku sejarah kemenangan, atau duduk terdiam menanti kematian. Hingga
akhirnya Allah pun memilih mereka, yang sebelumnya telah memutuskan
untuk tetap menjadi orang-orang yang terpilih.
Sama halnya seperti
seorang guru yang menyajikan sebuah soal di papan tulis. Lalu kepada
para muridnya, ia menanyakan siapa saja di antara mereka yang dapat
menjawab soal itu. Kemudian pada akhirnya, guru tersebut akan menunjuk
mereka yang mengacungkan tangan, bukan mereka yang diam. Guru tersebut
memilih mereka karena acungan tangan mereka adalah bukti bahwa mereka
siap untuk dipilih.
Mereka terpilih bukan karena dipilih. Tetapi
mereka terpilih karena mereka memilih. Memilih dirinya agar selalu
terpilih. Karena dakwah adalah pilihan bagi orang-orang terpilih,
sehingga hanya mereka yang teguh serta kuatlah yang dapat bertahan
hingga titik akhir perjuangan. Tidak ada tempat bagi orang-orang lemah,
penakut, apalagi peragu.
Bagaimanapun, Surga itu tidaklah murah.
Kenikmatan besar itu baru akan kita raih setelah membayar dengan harga
yang pantas. Maka bukan lagi menjadi masalah jika nantinya kita
menemukan kekurangan pada organisasi dakwah, rekan yang kurang setia,
atau pun hambatan eksternal lainnya. Semua menjadi kurang penting
manakala kita telah yakin kepada Allah. Jika mereka memilih untuk lemah
dan tersisih, maka kita tetap memilih kuat dan bertahan. Menjadi tangguh
bukan hanya tentang bisa atau tidak, melainkan mau atau tidak.
Betapa indah apa yang disampaikan Muhammad Nursani pada bukunya, Berjuang di Dunia Berharap Pertemuan di Surga, “Sebab
penderitaan terbesar adalah jiwa yang cepat goyah dan bimbang saat
menghadapi sesuatu yang sebenarnya remeh. Penderitaan paling berbahaya
adalah ketika tujuan hidup kita yang demikian agung, terbentur oleh
keadaan hidup yang sesungguhnya sepele. Persoalan remeh, yang kita lihat
secara keliru, kemudian mengakibatkan sempitnya dada, nafas tersengal,
kesal hati, murung wajah, hati yang bergemuruh duka cita, bahkan air
mata dan dendam. Hingga istirahat terganggu, pikiran tidak tentu arah.”
Sekali
lagi, ini soal pilihan. Bukankah yang pilihan itu memang sedikit?
Bukankah yang juara itu memang segelintir orang saja? Lantas, buat apa
kita berlemah dan bersedih? Banggalah karena telah menjadi yang sedikit
itu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar